Aliran Perkembangan Islam dalam Mendorong Substitusi Islam

Aliran Perkembangan Islam dalam Mendorong Substitusi Islam

Judul Buku : Pemikiran Islam Metodologis ( Model Pemikiran Alternatif dalam Memajukan Peradaban Islam)

Penulis : Prof.Dr.Mujamil Qomar, M, Ag.

Penerbit : KALIMEDIA

Kota Terbit : Perum POLRI Gowok Blok D 3 Sleman Yogyakarta No. 200 Depok

Tahun Terbit : 2015

Jumlah Halaman : 214

Cetakan : 1 (Pertama)

ISBN : 978-602-73013-1-3

Presensi : DEFI TRI ASTUTI (027)


Buku tentang Pemikiran Islam Metodologis merupakan hasil telaah terhadap berbagai model pemikiran Islam yang berkembang di dunia ini. Kita diperhadapkan dengan kehadiran berbagai model pemikiran Islam yang tersebar di kalangan masyarakat Muslim. Ada bermacarn-macam model pemikiran islam yang berkembang antara lain, pemikiran islam tradisional, modemis, moderat transformatif, fundamentalis dan liberal. Model pemikiran Islam tradisional mengacu pada paham Asy’ariah yang dalam beberapa hal bercorak jabari sehingga bersikap pasif dalam memajukan peradaban Islam ke depan. 

Pemikiran Islam modemis mengacu mengerti mutazilat; terbawa pemikiran Barat, berorientasi pada modemisasi dalam wacana namun relaitanya terjebak dalam westernisasi bagaikan mana terjalin di Mesir serta Turki sehingga hadapi kegagalan; pemikiran Islam moderat menekankan gunanya bagaikan “jembatan" antara 2 kufub pemikiran yang bertentangan sehingga merefleksikan perilaku pasif serta defensif; pemikiran islam transformatif sesungguhnya lumayan strategis namun bertabiat idealis-normatif sehingga lebih berorientasi pada hasil akhir; pemikiran Islam fundamentalis menekankan pendekatan tekstual, harfiah, sakliyah, atau scriptural dan anti Barat sehingga mengesankan kekerasan baik dalam pemikiran maupun tindakan.

Bab 1 Kata metodologis ini dapat dibandingkan dan sekaligus disejajarkan dengan kata fundamentalis, formalis, tradisionalis, Pengenalan Pemikiran lslam Melodologis servatif, moderat, modemis, Iiberal, substantivistik dan sebagainya dilihat dari fungsinya dalam menjelaskan kata-kata pemikiran Islam. Istilah pemikiran islam metodologis berarti
pemikiran-pemikiran menimpa ajaran-ajaran islam dengan metode menggali, menciptakan serta meningkatkan strategi, tata cara, tehnik, metode pendekatan, langkah- langkah, prosedur serta mekanisme buat memesatkan Kemajuan Peradaban Islam.
Kondisi umat islam dahulu maupun sekarang ini dipengaruhi oleh model berpikirnya, yang belakangan ini sering disebut mindset seseorang. Pemikiran ini bekerja menggerakkan anggota badan untuk melakukan sesuatu tindakan. Sebab itu yang merombak dunia ini bukan hafalan, namun pemikiran. Pemikiran Islam Metodologi pula memegang hal-hal yang berhubungan dengan psikologis umat Islam terpaut dengan pemikiran serta aksinya ialah semangat berpikir serta beraktifitas motivasi, pemahaman berpikir serta beraktifitas kepedulian, obsesi serta orientasi. Di samping itu, pemikiran Islam metodologis ini juga menyentuh pola-pola gerakan, pola perjuangan dan pola kehidupan. Pengembangan sains serta teknologi begitu dinamis apalagi progresif sebab didorong oleh pemikiran saintis serta teknologi yang tetap mencari terobosan- terobosan baru dengan melaksanakan inovasi- inovasi yang brilian. Mereka selalu melakukan eksperimen dalam mengembangkan sains dan teknologi baru.

Eksperimen merupakan realisasi dari aksi seseorang. Memanglah pemikiran ini wajib diiringi aksi yang nyata. Karena pemikiran tanpa aksi nyata hanyalah merupakan pengendapan wawasan filosofis yang berbentuk wacana-wacana semata. Maka pemikiran harus di tindaklanjuti melalui aksi nyata, agar pemikiran itu dapat teraktualisasikan secara dinamis kemudian berpengaruh langsung terhadap dinamika produk-produk hasil pemikirannya itu. Upaya mempercepat kemajuan peradaban Islam sebagai tujuan pemikiran Islam metodologis ini selanjutnya dapat dirinci menjadi tujuan yang lebih spesifik lagi yang meliputi:

1)untuk membangun kesadaran berpikir positif;

2)untuk membangun kesadaran berpikir dan bertindak secara efektif dan efisien;

3)untuk membangun kesadaran berpikir dan bertindak secara aktif, kreatif, dan produktif;

4)untuk membangun kesadaran berpikir dan bertindak strategis;

5)untuk membangun kesadaran berpikir dan bertindak pengembangan;

6)untuk membangun kemandirian baik dalam merumuskan metode maupun konstruksi-teori keilmuan; dan

7). untuk mempercepat kemajuan umat Islam dan peradabannya.

Bagaikan suatu model pemikiran alternatif, novel ini mempunyai ciri tertentu yang membedakan dengan model pemikiran Islam yang lain. Berbeda dengan pemikiran Islam tradisional, modernis, fundamentalis, liberal, moderat serta transformatif. Pemikiran Islam Metodologis mempunyai keakraban namun masih ada identitas yang membedakan keduanya. Kebalikannya model pemikiran Islam yang jauh awal merupakan pemikiran Islam tradisional, sebaliknya yang sangat jauh kedua merupakan pemikiran Islam fundamentalis. Implikasinya, dalam permasalahan tertentu dapat berdampingan dengan pemikiran Islam transformatif, tetapi berseberangan dengan pemikiran Islam fundamentalis. Ada pula ciri Pemikiran lslam Melodologis ini lumayan banyak, antara lain:

-          berorientasi pada cara-cara pengembangan;

-          bergerak mengarah temuan- temuan inovatif- konstruktif;

-          melaksanakan penelusuran model secara komparatif- selektif;

-     leluasa dari keterikatan dengan pola pikir aliran teologis, madzhab fiqh ataupun figur- figur   pemimpin tertentu;

-          berupaya menjauhi sasaran- sasaran pemikiran yang sensitif;

-          menekankan kemandirian lewat kreativitas secara berkesinambungan;

-      mensinergikan antara pemikiran dengan aksi, ciri Pemikiran lslam Melodologis ini merupakan  memandang pencerahan masa depan, sehingga mempunyai orientasi kokoh ke masa depan(future oriented).

Dengan demikian, langkah selanjutnya yang butuh ditempuh merupakan upaya membangun tradisi, supaya dapat berkembang tumbuh, mengakar serta bertahan hidup(survive) di golongan warga muslim sehingga bisa bebas dari kecenderungan musiman. Di mari nampak kalau tradisi yang dibentuk ini diposisikan bagaikan saluran pembudayaan di dalam seluruh susunan warga muslim dengan membiasakan bersumber pada kandungan keahlian mereka.

Bab 2 Membangun Tradisi Pemikiran Islam Metodologis, Tradisi pemikiran Islam metodologis di sini mengandung maksud kebiasaan-kebiasaan berpikir tentang cara-cara membangun, mengembangkan, menyempurnakan, meningkatkan, merubah kearah mentransformasikan sesuatu pemikiran, tindakan, adat-istiadat, slogan, norma, budaya maupun pandangan hidup yang berlaku di masyarakat. Tradisi berpikir ini berusaha mengarahkan inisiatif, ide-ide cemerlang dan gagasan-gagasan pembangun dan pengembang sehingga berwatak kreatif, dinamis, produktif bahkan progresif.

Bangunan konseptual tradisi Pemikiran lslam Melodologis ini berbeda dengan tradisi pemikiran Islam yang selama ini berkembang di kalangan masyarakat Muslim. Tradisi ini merupakan tradisi rintisan yang berupaya mengubah tradisi pemikiran Islam lama menjadi tradisi pemikiran Islam baru yang menjanjikan kemajuan mereka dan peradabannya di masa depan. Tradisi ini memiliki komitmen yang kuat dalam membangkitkan kemajuan umat islam mensejahterakannya dan mengangkat derajat serta martabatnya di tengah-tengah perkumpulan dengan umat dan bangsa lain di dunia ini.

Oleh karena itu, tradisi Pemikiran lslam Melodologis ini harus diaplikasikan melalui berbagai macam pembiasaan, antara lain:

1.      Membiasakan istilah-istilah metodologis. Istilah yang membangkitkan kreativitas yang perlu dibudayakan mulai kanak-kanak hingga lanjut usia, mulai orang awam hingga masyarakat terpelajar. Pembiasaan penggunaan istilah-istilah metodologis pada seluruh lapisan masyarakatini didasarkan pada pertimbangan strategis dan pengalaman sejarah.

2.      Membiasakan berpikir dan bertindak produktif-strategis. Umat Islam khususnya para pemimpinnya dituntut berpikir melipatgandakan hasil pemikiran, kerja, tindakan dan produk-produk yang dihasilkan, sebagai wujud pemikiran dan tindakan produktif dan strategis. Produktif maksudnya mampu menghasilkan pemikiran dan tindakan yang sangat banyak melebihi kebiasaan sebelumnya, sedangkan strategis maksudnya hasil-hasil itu memiliki fungsi yang besar untuk meraih kemajuan.

3.      Menelaah tokoh sebagai model atau modeling. Menelaah cara-cara yang ditempuh tokoh dalam mewujudkan keberhasilannya. Misalnya, bila kita tertarik pada wujud Imam Ghazali hingga sepatutnya kita meniru strategi, pendekatan, serta tata cara yang dipakai Al-Ghazali dalam mengukir prestasi intelektual serta keulamaannya. Menirukan karakter para pengembang peradaban. Masyarakat muslim khususnya para cendekiawan, sarjana dan intelektual muslim seharusnya mampu mengikuti jejak para pengembang peradaban baik sebagai perintis, penemu dan pengembang. Ulama pilihan memiliki mental yang sangat tangguh tercatat dalam sejarah sebagai

perintis peradaban yaitu Imam Syafi’i sebagai perintis ushul al-fiqh, Ibn Hazm dan Ibn Taimiyah sebagai perintis metode induksi, al-Jahid, Ibn Miskawaih dan Jalaluddin Rumi sebagai perintis teori evolusi. Para penggali hadits telah berhasil membukukan hadits berjilid-jilid; al-Khawarizmi sebagai penemu angka nol, al-Biruni penemu hukum gravitasi, dan Ibn Haitsam sebagai penemu teori vision; Imam Hanafi mengembangkan metode ijtihad yang disebut istihsan, Imam Maliki mengembangkan maslahah mursalah, dan Imam Syafii mengembangkan istishab.

4.      Membiasakan rintisan peradaban alternatif. Peradaban alternatif merupakan model peradaban yang memberikan kedamaian bagi manusia sesuai dengan misi utama pembentukan suatu peradaban.

5.      Membiasakan praktek kesungguhan. Kesungguhan dalam melaksanakan kebaikan sangat ditekankan dalam ajaran Islam. Kesungguhan ini menjadi kunci kesuksesan sebagaimana pepatah Arab “man jadda wajada” barangsiapa yang bersungguh-sungguh ia akan menemukan hasilnya.

6.      Membiasakan pencarian prestasi dan solusi sebagai pengganti khilafiyah atau perselisihan pendapat. Lantaran khilafiyah telah merambat pada tindakan-tindakan yang membahayakan keutuhan umat Islam, maka kita harus mencari alternatif strategis dengan memperbanyak prestasi dan mencari solusi terhadap khilafiyah tersebut.

7.      Membiasakan bermadzhab secara metodologis, kebiasaan bermadzhab manhaji ini memiliki manfaat yang besar bagi kalangan meskipun yang mampu melakukan model bermadzhab ini hanya kalangan intelektual.

8.      Membiasakan ijtihad peradaban. Maksud ijtihad peradaban adalah mengerahkan segala kemauan dan kemampuan untuk meneliti, istinbath, menemukan dan mengembangkan peradaban Islam berdasarkan inspirasi dan petunjuk al-Qur’an maupun sunnah Nabi.

Semua bentuk pembiasaan ini memberikan inspirasi, stimuasi dan motivasi untuk bergerak cepat meraih kemajuan pemikiran, tindakan dan gerakan, sebagai suatu tahapan hierarki dalam merealisasikan kemajuan peradaban Islam. Sebagai sebuah tradisi, pembiasaan-pembiasaan tersebut secara langsung membekali masyarakat Muslim melalui pembekalan kultur yang tinggi (high culture) yang menyusup ke dalam alam bawah sadar mereka. Pembiasaan yang dilakukan secara terus menerus pada gilirannya akan menjadi sifat, sedangkan sifat akan mengekpresikan suatu tindakan secara spontanitas dan reflektif.

Pembentukan tradisi Pemikiran Islam Metodologis ini di kalangan masyarakat Muslim sebagai langkah awal yang agak abstrak dan terkadang kurang disadari oleh mereka. Dalam perkembangan berikutnya, harus makin konkret mewarnai kehidupan mereka sehingga dibutuhkan upaya merumuskan hal ini dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Bab 3 Merumuskan Pemikiran Islam Metodologis, Pembahasan ini menekankan pada cara-cara merumuskan pemikiran Islam metodologis sehingga bersifat teknis inspiratif, yakni teknik menjabarkan, menyusun dan merumuskan konstruksi pemikiran Islam metodologis yang membangkitkan semangat mengembangkannya lebih lanjut. Teknik itu dibutuhkan dalam mempertegas dan mengkonkretkan budaya Muslim yang masih abstrak tersebut, di samping berguna dalam mengembangkan high culture yang telah dimiliki mereka tersebut.

Rumusan pemikiran ini buat menolong mempermudah seorang mengidentifikasi secara mendalam tentang bentuk-bentuk operasional dari pemikiran Islam metodologis dalam kehidupan tiap hari; membagikan pedoman dasar untuk umat Islam dalam mempraktekkan pemikiran ini; serta membukakan akses, pemahaman serta semangat baru spesialnya untuk intelektual, ilmuan serta cendekiawan Muslim buat menyempurnakan konstruksi pemikiran tersebut jadi lebih lengkap lagi. Ada pula rumusan pemikiran ini bisa dijabarkan lewat langkah- langkah berikut:

1.  Merumuskan pola-pola berpikir metodologis. Pola konstruktif, integralistik, transformatif, korelatif, kritik, penawaran solusi, tipologik, futuristik, strategik, dan pengembangan.

2.    Mentransformasikan pemahaman wahyu menjadi teori-aplikatif. Wahyu yang normatif harus dirumuskan dalam bentuk konstruk-konstruk teoritis.

3.  Mentransformasikan pemahaman wahyu menjadi metodologi. Inspirasi wahyu ditangkap sebagai bekal dalam merumuskan bangunan metode keilmuan.

4. Mentransformasikan pemahaman wahyu menjadi aktivitas penelitian. Menindaklanjuti petunjuk wahyu sebagai sinyal maupun stimulan dalam melakukan kegiatan penelitian.

5.  Mentransformasikan pemikiran menjadi aksi upaya merubah pemikiran menjadi aksi teologis, aksi intelektual, aksi metodologis, aksi sektoral, aksi sosial, dan aksi moral.

6.   Merumuskan paradigma Islam. Dari segi alur pembentukannya meliputi paradigma internal dan eksternal; dari instrumen pembentukan ilmu meliputi paradigma teoritis, metodologis dan penelitian; dari segi karakteristik pemahaman ulama meliputi paradigma Islam konservatif, tradisional, modern, fundamentalis, liberal, moderat, transformatif serta lain-lain; dari segi gunanya meliputi paradigma petunjuk, konfirmatif serta informatif.

7.   Merumuskan pengembangan ilmu-ilmu keislaman. Sebagai suatu disiplin ilmu diharuskan senantiasa mengalami dinamika, sehingga suatu ilmu tidak boleh mandeg. Hingga ilmu keislaman semacam ilmu kalam, fiqh, tasawuf, tafsir, riset hadits, tarikh, filsafat Islam.

8.  Menghaluskan bahasa teologis. Sosialisasi suatu pemikiran teologis di luar aliran Ahlussunnah waljama’ah dirasakan sensitif sekali jika menyebutkan nama aliran tersebut, maka ketika dipandang perlu melakukan sosialisasi pemikiran yang menyemangati kerja yang berasal dari aliran lain hendaknya tidak butuh mengatakan nama alirannya. Tetapi lumayan mengatakan substansi pemikirannya semacam giat pangkal pandai, hemat pangkal kaya, serta bersih pangkal sehat dimana seluruh ini ialah ekpresi dari pemikiran aliran Qadariyah.

9.  Merumuskan “strategi akar”. Strategi yang menekankan pada penyelesaian secara   menyeluruh sehingga tidak lagi menimbulkan masalah lain sebagai masalah susulan atau   masalah baru sama sekali di kemudian hari. Intinya strategi penyelesaian masalah secara   tuntas dengan cara membereskan variabel penyebab utama.

10.  Mempertajam rumusan pertanyaan bagaimana dan jawabannya. Pertanyaan bagaimana ini   mengandung muatan metodologis karena terkait dengan suatu proses atau mekanisme dalam  melakukan sesuatu kegiatan. Bila pertanyaan bagaimana ini dipertajam akan diperoleh  jawaban-jawaban yang mengandung informasi tentang cara, metode, pendekatan, teknik, kiat-kiat, strategi, langkah-langkah, mekanisme dan sebagainya. Berikutnya kita wajib mencermati jawabannya yang menuju pada operasionalisasi metode itu. Misalnya pemicu kemunduran umat Islam, pembelajaran, pemahaman, metode membangkitkan pemahaman menampilkan kebutuhan-kebutuhan yang sangat berarti buat dipadati).

  11. Merumuskan langkah-langkah dekonstruksi-rekonstruksi, usaha merombak pemikiran yang berorientasi masa lampau ke masa depan, merombak pemikiran normatif kemudian menggantinya dengan pemikiran strategis, merombak pemikiran yang bercorak aksiologis menuju pemikiran yang bercorak epistemologis, merombak pemikiran ideologis-politis mengarah pemikiran pemberdayaan, merombak pemikiran formalistik mengarah pemikiran transformatif, merombak aksi konsumtif jadi aksi produktif, merombak aksi imitatif jadi aksi konstruktif, merombak aksi ketergantungan jadi aksi kreativitas kemandirian, merombak tradisi mendengar serta berdialog jadi tradisi membaca serta menulis, merombak tradisi unjuk kekuatan (show force) jadi tradisi yang mengutamakan hasil optimal (maximum result), serta merombah tradisi memproduk karya yang sudah banyak dihasilkan orang lain jadi tradisi merintis karya- karya baru yang betul- betul asli.

Bab 4 Strategi Sosialisasi Pemikiran Islam Metodologis. Dalam memberlakukan pembudayaan Pemikiran Islam Metodologis pada masyarakat Muslim, dibutuhkan Strategi ini mempunyai kedudukan berarti dalam menjauhi resistensi mereka. Ada beberapa strategi yang layak ditempuh dalam melakukan sosialisasi tersebut, yaitu:

A.    Menyiasati kegagalan dan keberhasilan pembaruan Islam. Kegagalan pembaruan di Mesir, Turki, Arabia, serta Pakistan diakibatkan tema-tema pembaruannya bertabiat normatif serta tidak terdapat tema yang menuju pada metodologi pembaruan paling utama strategi pembaruan. Spesial permasalahan kegagalan pembaruan di Mesir serta Turki sebab terjebak pada westernisasi. Sebaliknya keberhasilan pembaruan di Iran sebab kelangsungan tradisi intelektual serta mutu pembelajaran, kemandirian, semangat mengalahkan Amerika Serikat, serta sokongan teologi Syiah).

B.     Menelaah karakter masyarakat Muslim arus utama atau mainstream (mereka menjadi sasaran paling penting dan menentukan terhadap keberhasilan maupun kegagalan sosialisasi Pemikiran Islam Metodologis ini. Hasil jajak menampilkan kalau arus utama umat Islam secara teologis berkarakter moderat, dari segi pembelajaran berwatak konservatif, dari segi intelektual mempunyai pemikiran yang tumpul sehingga jadi konsumen, dari segi ekonomi mereka relatif miskin, dari segi politik terjadi polarisasi sikap, dan dari segi sosial budaya masih rendah).

C.     Menerapkan pendekatan-pendekatan populis (pendekatan persuasif, pendekatan kultural, pendekatan penyesuaian, pendekatan interaktif, pendekatan gradual atau bertahap, pendekatan perubahan berdaya, pendekatan proses berkelanjutan, dan pendekatan intensif).

D.    Menggunakan saluran-saluran strategis (yakni saluran-saluran yang dipandang mampu menjadi penyebar pengaruh model Pemikiran Islam Metodologis secara efektif sehingga saluran-saluran itu harus berinteraksi dengan orang banyak dalam posisi sebagai subjek/pemberi pengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung.

E.     Memperkuat peranan kelas menengah (kelas menengah ini diukur dari segi penguasaan terhadap ajaran agama Islam. Kalangan menengah ini perlu diberikan peran yang makin besar sebagai penyalur, pelanjut, penghubung atau penyambung lidah, penguat, “penerjemah”, penangkal, dan “jembatan”).

F.      Mendorong implementasi dalam berbagai lini kehidupan Muslim. Model ini diusahakan dapat memasuki seluruh lini kehidupan baik akidah, ibadah dan akhlak, keilmuan, pendidikan, ekonomi, hukum, politik, kesehatan, teknik, sosial, budaya, pertanian, perdagangan, perindustrian, kewirausahaan, penjualan jasa, hiburan, kepegawaian, perkantoran, perhubungan, pariwisata, medis serta sebagainya. Menghindari penolakan masyarakat Muslim (ada cara-cara khusus yang perlu ditempuh untuk menghindari penolakan masyarakat Muslim terhadap sosialisasi yaitu: menghindari sikap memaksakan kepada masyarakat, menghindari hal-hal yang sensitif, menghindari kesan seebagai pemikiran yang tersesat, menjauhi kesan bagaikan pemikiran yang melangit, menjauhi konstruksi pemikiran yang kabur, serta menjauhi konflik dengan warga).

Bab 5 penutup, demikianlah secara substantif model Pemikiran Islam Metodologis lebih menekankan ranah epistemologis daripada ontologis maupun aksiologis. Kecenderungan ini sangat kokoh serta dominan menuju pada sasaran epistemologis karena konstruksinya dipadati rumpun tata cara ataupun strategi dalam membagikan pemecahan-pemecahan peradaban Islam. Sasaran epistemologis ini mempunyai kekuatan lokomotif yang luar biasa besarnya. Oleh karena itu, model Pemikiran Islam Metodologis ini mengambil dan menyumbangkan fungsi strategis dari kecenderungan epistemologis tersebut, sehingga model Pemikiran Islam Metodologis didesain dan dikonstruk demi “merebut” posisi dan peran-peran strategis serta berusaha memajukan peradaban Islam.

Kesimpulan

Buku tentang Pemikiran Islam Metodologis (Model Pemikiran Alternatif dalam Memajukan Peradaban Islam) karya dari Prof.Dr.Mujamil Qomar, M. Ag. Tebal buku ini memiliki jumlah sebanyak 214 halaman dibagi menjadi 5 bab dalam setiap pembahasan. Buku ini menceritakan tentang pengenalan identitas model pemikiran metodologis dan seluk-beluknya, cara membangun tradisi pemikiran islam metodologis, cara merumuskan pemikiran islam metodologis, dan strategis mensosialisasikannya.

Kelebihan buku ini bahwa pemikiaran islam metodois menawarkan masyarakat muslim untuk mempercepat kemajuan peradaban dengan menggunakan konsep pemikiran metodologis dan mampu merespon secara konsekuen an konsisten dalam praktik kehidupan sehari-hari.

Kekurangan buku ini adalah terdapat penulisan kalimat yang tidak sesuai dengan ejaan yang disempurnakan (EYD), serta kalimat baku yang termasuk dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Adapun hal-hal yang menarik bagi pembaca yaitu : berpikir positif merupakan suatu model pemikiran yang menyatakan kebenaran berdasarkan argumentasi ilmiah, menghargai pandangan orang lain meskipun tidak setuju, meyakini orang lain juga memiliki alasan-alasan tertentu, berprasangka baik kepada sesama umat islam, menghindari sikap menyalahkan pandangan orang lain, dan menghindari hukuman teologis, sosial, dan susila kepada orang lain

Komentar

Posting Komentar